Merekaadalah seniman lukis atau patung yang ingin memperoleh studio lebih besar serta mencari suasana lebih tenang. Bagi seniman muda yang baru meniti karir, biasanya hanya mengontrak rumah kecil. Sementara seniman-seniman yang karirnya sudah cukup bagus bisa mengontrak rumah lebih besar, mendirikan rumah di atas tanah sewa, atau bahkan
- Dolorosa Sinaga terkenang akan sebuah pameran patung kontemporer di Jakarta yang berlangsung saat dirinya masih menjadi mahasiswa Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta LPKJ—kini Institut Kesenian Jakarta. Ia lupa tahun berapa persisnya pameran itu digelar, tapi satu hal yang membuat acara itu melekat dalam ingatan Dolorosa adalah Rita Widagdo, satu-satunya perempuan yang menjadi peserta pameran tersebut.“Karyanya mengejutkan saya,” kata Dolorosa, dalam Simposium Ekuilbrium Rupa Patung, Arsetektur, dan Ruang Publik, Sabtu 23/10.Di mata Dolorosa, pematung kenamaan yang karyanya terdapat di International Sculpture Park, Chianti, Italia, sosok Rita Widagdo adalah figur sejarah. Alasannya, Rita tercatat sebagai perempuan pertama yang membuat karya ruang publik di Jakarta, tepatnya di Bundaran Rita yang dimaksud Dolorosa adalah “Dinamika dalam Gerak” 1973, sebuah patung abstrak setinggi 8 meter dengan olahan bentuk-bentuk geometris yang mengesankan harmoni antara kelembutan dan ketegasan. Menurut Sinar Harapan edisi 12 Mei 1973, “Dinamika dalam Gerak” adalah pemenang sebuah kompetisi yang diselenggarakan pemerintah DKI Jakarta sejak November 1972 hingga 1973. Adapun pemenang kedua dalam sayembara yang sama adalah “Tumbuhnya Sebuah Perkembangan”—karya yang juga lahir dari tangan Rita penanda kawasan, patung “Dinamika dalam Gerak” juga memberi keseimbangan bagi kawasan Bundaran Slipi yang disesaki kendaraan bermotor. Namun demi pembangunan jalan layang, Pemda DKI membongkar patung itu pada 1987.“Karena ada perluasan jalan dan lain-lain, patung itu menjadi korban yang dihilangkan, tanpa ada tanggung jawab, dan saya sendiri tidak tahu di mana sekarang patung itu berada,” kata Widagdo dikenal sebagai pematung populer yang paling banyak membuat karya ruang publik di Indonesia. Sejak 1970-an, ratusan karya Rita, baik patung maupun relief, tersebar dari Aceh hingga Papua, memberi sentuhan estetik bagi ruang publik dan perkantoran, pabrik dan universitas, juga hotel dan rumah Ichsan, pengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, menyebut bahwa bagi Rita Widagdo karya ruang publik dan arsitekturalnya berada dalam posisi yang sama penting dengan karya-karya personal. Dengan kata lain, sekalipun karya komisi alias pesanan, Rita selalu mengerjakannya dengan penuh kesungguhan.“Sebetulnya, saya jauh lebih puas kalau bekerja dalam lingkungan yang ditentukan oleh orang lain. Saya ingin menemukan bentuk yang tadinya tidak bisa saya bayangkan. Saya diantar ke sesuatu di luar saya,” kata Rita dalam sebuah wawancara dengan Efix Mulyadi dan Putu Fajar Arcana di Kompas edisi Minggu 24 April contoh, karya Rita terpampang di pabrik Pupuk Sriwidjaja III, Palembang 1975, Asean Aceh Fertilizer, Lhokseumawe 1989, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 1989, Mahkamah Agung, Jakarta 1990, PT. Total Indonesia, Balikpapan 1998, Universitas Atmajaya, Jakarta 2001, Hang Nadim Airport, Batam 2001, dan yang paling monumental—tingginya 17,8 meter—Tugu Parameswara di gerbang utama Stadion Jakabaring. Patung yang disebut Rita sebagai "garis yang melengkung di langit" itu dibuat khusus untuk menyambut PON 2004 dan kini dikenal sebagai ikon baru Kota capaian demikian, Nurdian Ichsan menjelaskan mengapa sepanjang 50 tahun lebih berkarier sebagai seniman Rita Widagdo jarang sekali menggelar pemeran tunggal—di samping pembawaannya yang rendah hati dan tidak senang menonjolkan diri.“Bu Rita seolah sudah puas memamerkan karyanya di ruang publik ketimbang di dalam galeri. Sejauh ini, Bu Rita hanya tiga kali menggelar pameran tunggal. Pertama, tahun 1970-an di Goethe, Jakarta, kemudian di Galeri Nasional pada 2005, dan terakhir sekarang ini di Selasar Sunaryo.”Pameran terakhir itu bertajuk Ekuilibrium Karya dan Pikiran Rita Widagdo, menampilkan 10 patung, 8 relief, 13 maket, serta catatan dan arsip yang merekam jejak kesenimanan Rita sejak tahun 1960-an. Dalam pameran langka yang berlangsung sejak 17 September hingga 24 Desember 2021 itu, Nurdian Ichsan bertindak sebagai kurator.“Bersama Bale Project, riset yang dilakukan untuk pameran ini berlangsung dua tahun,” sambung Nurdian. Setia pada Garis Rita Widagdo lahir di Rottwelt, Jerman Barat, 26 November 1938, dengan nama Rita Wizmenn. Sulung dari lima bersaudara ini menempuh pendidikan di Sttatliche Akademie del Bildenden Kunste SABK Stuttgart, jurusan seni patung. Persentuhan Rita dengan seni patung dimulai dari kampung sana, sejumlah gereja tua berdiri dan salah satu kapelnya bahkan menyimpan koleksi seni patung yang sangat penting dari era Gotik. Di usia remaja, Rita sudah menyaksikan pameran patung kayu dan sempat menghabiskan liburan di rumah pamannya—seorang pematung—semata agar diberitahu hal ihwal seputar memahat kayu.“Saya diajari tentang macam-macam kayu, serat kayu, jenis ukiran dan cara memegang alat pahat. Kemudian, paman memberi saya sepotong kayu untuk saya pahat. Saya terkejut karena semuanya berlangsung sangat cepat, tetapi saya mencobanya. Ketika saya memukul potongan kayu, bilahnya terbenam dengan mulus dan saya langsung diliputi perasaan yang paling menggembirakan. Saat itu, saya sangat senang karena belum pernah merasakan sesuatu yang sedemikian memuaskan. Sejak itu, saya tidak berhenti memahat,” beber Rita Widagdo kepada Barbara Hahijary dari skripsi di Fakultas Sastra Universitas Negeri Sebelas Maret, “Tinjauan Diskriptif Rita Widagdo sebagai Pematung” 1990, Juniaty Sinuraya menyebut Rita Widagdo punya kiprah kesenimanan yang mentereng sejak menjadi mahasiswa 1957-1965. Menjadi satu-satunya perempuan di dalam kelas tak membuatnya canggung bergaul dan beraktivitas. Di luar kampus, Rita tercatat sebagai anggota Wurteimbergische Kunstlerbund, sebuah lembaga seni yang didirikan dengan semangat mempererat hubungan antarseniman di Jerman periode itu pula patung Rita Wizmenn memenangi sebuah kejuaraan yang digelar oleh Akademie Wettbewerb Stturtgart. Selain itu, patung Rita juga dikoleksi oleh Staatsgalerie galeri negara bagian karena mutunya yang 1964, setahun sebelum lulus kuliah dan menyandang gelar Meisterschüler, Rita menikah dengan Widagdo, mahasiswa ITB yang tengah melanjutkan pendidikan desain interior di SABK Stuttgart.“Setelah menyelesaikan proses belajar dari guru-guru yang sangat baik, terutama Prof. Hannes Neuner dan Prof. Otto Baum, saya perlu beberapa tahun untuk melepaskan diri dari pengaruhnya. Proses ini dipermudah dengan kepindahan saya pada tahun 1965 ke Indonesia, nampaknya jarak geografis telah membantunya,” ungkap Rita dalam “Yang Dicari Melalui Seni” PDF.Di Indonesia, Rita mengakui bahwa karya-karyanya banyak dipengaruhi oleh hasil pengamatan atas dunia tumbuhan, serta kekayaan dan keanekaragaman vegetasi negeri ini. Karakter garis dan bentuk yang terdapat di alam menjadi titik tolak sekaligus inspirasi patung-patung menekuni seni lukis, tapi bidang tersebut tidak memuaskan hatinya, setelah mapan sebagai pematung Rita justru malah lebih banyak mengeksplorasi garis ketimbang bentuk. Pilihan estetik ini terbilang menarik dan tidak lazim sebab dalam tradisi seni patung modern di Indonesia unsur bentuk selalu menjadi yang utama.“Sejak zaman revolusi, terutama oleh pematung Seni Rakyat seperti Hendra Gunawan, seni patung selalu diawali dengan bentuk, bukan garis,” kata dosen dan pengamat seni rupa Aminudin TH Siregar. Kelembutan yang Mencengangkan & Long Lifetime Achievment Dalam berkarya, alih-alih menyalin realitas, Rita malah bertungkus lumus dengan entitas yang tidak selalu kelihatan secara indrawi, yakni esensi. Sebab itu, meski judul karya-karya Rita menyandar kepada sesuatu yang umum dan nyata, misal “Kuntum Melati”, wujud karya Rita tidaklah sama persis dengan gambaran umum mengenai kembang melati.“Wujud baru yang terbentuk [dalam sebuah karya] harus mampu melepaskan diri dari tuntutan representasional’ pada sesuatu yang pernah ada menjadi sesuatu yang mempunyai eksistensi sendiri,” ungkap Rita, seolah menyampaikan kredo salah satu esainya dalam Satu Setengah Mata-mata Oak, 2016, Nirwan Dewanto menjelaskan “Kuntum Melati” sebagai sebuah bidang bujur sangkar dari kuningan yang tersobek’ rapi. Sobekan itu menggantung dan menggelombang di kedua mukanya, seakan kelopak abadi, memberi peluang bagi sang pucuk untuk menjulang ke angkasa.“Tentulah bukan kembang itu sendiri yang hendak ditampilkan, melainkan bentuk yang mungkin terkandung atau tersembunyi olehnya, bentuk yang musykil sekalipun. Namun yang musykil ini menjadi yang rasional sebab si pematung sekadar’ bermain dengan garis, sudut, bidang yakni bidang datar dan bidang lengkung yang dimungkinkan oleh bahan. Maka patung menjadi geometri yang hidup wujud dwimatra pelat logam itu berkembang—atau berbunga—menjadi trimatra” hal. 58.Eksplorasi yang tak habis-habis terhadap garis dan keuletan mengolah material telah membawa Rita pada perjalanan kekaryaan dan pencapaian estetik yang sangat khas serta sulit. Menurut Bambang Sugiharto, karya-karya Rita selalu mengesankan adanya percakapan yang intens antara gejolak batin dengan sifat dasar material sehingga melahirkan karya-karya yang secara teknis sangat mencengangkan.“Mematung, menaklukan logam, kan pekerjaan yang berat. Bu Rita berhasil menghadirkan kelembutan pada bahan-bahan keras logam, kuningan, stainless steel, marmer, granit, dll sehingga bahan dasar itu memancarkan kelembutan dan keanggunan, bahkan terasa sublim,” kata Bambang kepada Tirto. Infografik Rita Widagdo. sela-sela pameran Ekuilibrium, Selasar Sunaryo Art Space SSAS memberikan penghargaan Long Lifetime Achievment Award kepada Rita Widagdo tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-83, Sabtu 26/11.Penghargaan yang pertama kali diberikan oleh SSAS itu didasarkan pada dedikasi dan kontribusi Rita Widagdo selama 50 tahun lebih menjadi pengajar dan seniman. Agung Hujatnika, salah seorang panelis, menyebut Rita layak diganjar Long Lifetime Achievment sebab pengaruhnya sangat luar biasa terhadap perkembangan seni patung di Indonesia, termasuk di ranah kurikulum pendidikan tinggi seni negeri mengajar di ITB pada 1966—Rita resmi menjadi WNI 14 tahun kemudian—ibu dua anak ini menginisiasi mata kuliah Nirmana, yakni pelajaran dasar bagi seluruh mahasiswa seni rupa sebelum memasuki penjurusan masing-masing patung, kriya, desain, dst.“Bu Rita mengajari mahasiswa dan calon seniman untuk menguasai perbendaharaan bahasa rupa garis, bentuk, volume, tekstur, dan lain-lain. Pada kurun 1960-1970-an, pelajaran itu terbilang sangat baru di Indonesia dan hingga sekarang masih terus diajarkan,” kata itu, sedikitnya ada dua hal yang membuat Rita layak diberi penghargaan, yakni kepeloporan dan keteladanan. Kritikus seni rupa Sanento Yuliman menyebut Rita Widagdo sebagai pematung pertama yang membawa seni patung abstrak murni, dalam arti tidak representasional, ke Indonesia. Selain itu, ia juga tergolong generasi pertama yang turut serta mengembangkan jurusan seni patung di ITB bersama But Mochtar dan G soal keteladanan, mengingat jumlah perempuan seniman, terutama pematung, masih sangat langka, Agung menyebut sosok Rita Widagdo sangat urgent untuk konteks Indonesia. “Sepanjang lima puluh tahun berkarier, Bu Rita telah memberi teladan terutama kepada perempuan bahwa seni patung adalah bidang yang sangat layak ditekuni, dan patut mendapat penghargaan dari banyak pihak.”Sedangkan di mata panelis lainnya, Sunaryo, karya-karya Rita dirasa lebih memancarkan keharuan ketimbang daya kejut. “Karya-karyanya sangat konsisten, selalu menebarkan rasa optimis dan semangat, dan kualitasnya sangat luar biasa. Mengikuti alur kreativitas perjalanan Bu Rita, saya yakin ia akan mewariskan suatu legacy bagi seniman generasi yang akan datang,” kata pematung sohor kelahiran Cilacap dalam karya dan sikap hidupnya sehari-hari tecermin sifat unggul bangsa Jerman—disiplin dan etos kerja sama tinggi—salah satu sifat bangsa Indonesia yang pernah disinggung Mochtar Lubis dalam Manusia Indonesia ternyata sedikit banyak sudah meresap pula dalam diri itu terekam betul dalam ingatan Sunaryo mengenai sosok gurunya itu.“Pernah suatu ketika Pak Pirous sakit agak lama, kemudian dijenguk dan dibawa Bu Rita. Dibawa ke mana? Ke orang pintar. Itulah bukti bahwa sekalipun lahir dan besar di Jerman, sebagai pribadi, Bu Rita sudah menyelami alam batin Indonesia.” - Sosial Budaya Penulis Zulkifli SongyananEditor Irfan Teguh Pribadi
WanitaIndonesia itu gak kalah cantik loh gan sama cewe-cewe bule yang ada di luar negeri sana. Malah, wanita Indonesia pun banyak yang punya bakat luar biasa dalam bidang seni. Gak jarang diantara wanita-wanita ini ada yang di kenal juga di luar negeri, karena hasil karyanya. Mau tau siapa aja cewek-cewek itu? Yuk cekibrot.. 1. Kinez Riza Kinez Riza adalah salah seorang seniman fotografi muda Ind
- Edhi Sunarso adalah maestro patung yang ciptaannya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Sebagian besar karyanya bertema perjuangan dan berdiri megah menghiasi kota-kota besar, mulai dari Jakarta, Surabaya, hingga Surakarta. Beberapa karya Edhi Sunarso di antaranya patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia HI, patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, dan patung Dirgantara atau dikenal sebagai Patung itu, Edhi Sunarso merupakan salah seorang seniman patung kenamaan yang membuat patung Tugu Muda dan Pancasila Sakti. Sebelum melahirkan karya berdimensi besar yang sangat ekspresif dan heroik, ia memang merupakan seorang pejuang kemerdekaan. Edhi Sunarso, yang juga aktif di dunia pendidikan seni, mendapatkan penghargaan dari beberapa negara atas hasil biografi singkat Edhi Sunarso dan karyanya. Baca juga Gregorius Sidharta, Tokoh Pembaruan Seni Patung Indonesia Pejuang kemerdekaan Indonesia Edhi Sunarso lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 2 Juli 1932. Lahir di masa penjajahan membuatnya terjun sebagai pejuang sejak usia muda. Pada 1947, Edhi meninggalkan bangku sekolah dan bergabung dalam Pasukan Samber Nyawa dari Divisi I, Batalyon III Siliwangi, Resimen V, yang bermarkas di Subang, Jawa Barat. Di usianya yang masih remaja, ia mendapat tugas sebagai pembawa pesan yang menghubungkan antarpejuang kemerdekaan.
Kebangsaan Rusia. Umur: 23 Februari 1878 - 15 Mei 1935. Abstraksi geometris adalah suatu bentuk seni abstrak berdasarkan penggunaan bentuk-bentuk geometris. Kazimir Malevich adalah pendiri gerakan seni yang dikenal sebagai Suprematisme , yang berfokus pada bentuk-bentuk geometris dasar, seperti lingkaran, kotak, garis, dan persegi panjang Ada banyak para seniman yang belum mengenal pembuat patung asli indonesia, padahal karya mereka bertebaran dimana-mana. Bahkan, sampai ada yang menjai ikon suatu daerah atau kebanggan masyarakat sekitarnya. Ali Umar Beliau adalah seorang pembuat patung kelahiran Padang, pada tahun 1967. Lulusan dari Institusi Seni Indonesia Yogyakarta, Fakultas Seni Rupa dan Desain dengan jurusan seni patung. Ali Umar menjadi seorang pematung yang peka terhadap realitas seksual, dan selalu menggambarkan interpretasikan sikap pribadinya. Ia pun menjadi seorang pematung yang idealis. Berbagai pameran telah ia adakan, mulai dari tanggal sampai gabungan para pematung. Banyak penghargaan yang telah ia terima, salah satunya adalah mendapatkan Karya Terbaik dalam Kemah Budaya 2000 di Yogyakarta. Edhi Sunarso Pematung ini dilahirkan di Salatiga pada tahun 1932. Selain menjadi seorang pembuat patung, ia juga menjadi pengajar di Akademi Kesenian Surakarta. berkarir pula menjadi Ketua jurusan seni patung di ST Seni Rupa Indonesia Karyanya yang fenomenal adalah patung monumen selamat datang yang terletak di Bundaran Hotel Indonesia. Satu lagi adalah Diorama Sejarah Monumen Nasional yang terletak Di Jakarta. I Nyoman Nuarta Seniman pembuat patung ini berasal dari Bali, dan lahir pada tahun 1951. Laki-laki ini terkenal dengan patungnya yang mendunia yaitu GWK atau Garuda WIsnu Kencana. Juga Monumen Jalesveva Jayamahe dan Monumen Proklamasi Indonesia. Nyoman menempuh pendidikan di Institut Seni Rupa atau ITB pada tahun 1972. sejak itulah karirnya di dunia seni rupa patung dimulai, karena dalam kurun masa itu, bakat dan keahliannya mulai terasah. Abdi Setiawan seniman ini berasal dari Padang yang lahir pada tahun 1971. I am memiliki keunikan tersendiri, yaitu seluruh karyanya diciptakan dalam bentuk instalasi dan berukuran life size. Artinya memiliki dimensi seluruh tubuh. Karyana instalasi dan patung yang dihasilkan biasanya menggambarkan realita kehidupan dalam masyarakat dari berbagai status sosial. Dengan demikian apa yang dihasilkannya begitu nyata. Uniknya, ia memberikan satu tanda atau ciri khas tertentu pada semua patung yang menjadi karyanya, yaitu memiliki warna yang pudar. Artinya bahwa tidak semua kehidupan itu berjalan sempurna. Ternyata, semua karyanya ia buat sedemikian rupa untuk menghindari kesempurnaan. Namun, walaupun begitu, semua karyanya tampak realistis dan dekat dengan kehidupan masyarakat. Jhoni Waldi pria ini lahir di Sumatera Utara pada tahun 1972 dan menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. memiliki karya yang membuat semua orang berdecak kagum. Kasman KS Seniman yang satu ini merupakan seorang legenda yang lahir di Sumatera barat pada 1954 dan meninggal di Yogyakarta pda 2009. Kasman KS merupakan salah satu pendiri Asosiasi Pematung Indonesia, Selain itu juga, ia memimpin Komunitas Seni Sakato yang merupakan sebuah kelompok perupa Indonesia. Anggotanya adalah alumni ISY yang berasal dari Sumatera Barat serta suku Minangkabau. Arlan Kamil Lulusan Fakulta Seni Rupa ini sukse menjadi seorang pematung setelah ia bekerja keras pada pusat kerajinan patung publik di Padang. Ia menempuh pendidikannya di Yogyakarta dan lulus pada tahun 1992. Karya-karyanya antara lain pembuatan patuh tokoh GAA yang ada di Gedung asia Afrika Bandung. lalu ada Patung Flora dan Fauna yang buat untuk Arab Saudi. Ada pula relief Bung Hatta yang terletak di Kalibata. Syahrizal Koto Pria pembuat patung ini berasal dari Sumatera Barat yang lahir pada tahun 1950. Menempuh pendidikan di ISI Yogyakarta. Ia banyak menerima penghargaan, diantaranya adalah Anugerah Tiga Karya Nasional pada tahun 2001. Ada pula Anugerah II kategori karya non abstrak untuk lomba rancang patung Citra Raya Kota Nuansa Seni pada 1996., menerima pula Karya terbaik Dies Natalis ISI pada tahun 1990, dan Anugerah Sketsa tingkat SMA PT Sumbar tahun 1979. Basrizal Albara Artist pembuat patung ini terlahir di sebuah keluarga PNS dan satu-satunya yang memilih menjadi patung, Setelah menyelesaikan pendidikannya di jurusan seni patung pada Sekolah Menengah Seni Rupa, ia kemudian melanjutkan ke ISI. Dolorosa Sinaga Pematung asal Sumatera Utara ini menempuh pendidikannya di IKJ. Lalu melanjutkan ke St Martins School of Art London. beberapa karyanya tersebar di banyak negara. Nuzurulis Koto Pria ini tidak hanya dikenal sebagai pematung, tetapi juga sebagai seorang pelukis dan perupa keramik, Ia menyelesaikan pendidikan formalnya di Akademi Rupa Surabaya pada tahun 1967. Herry Maizul Laki-laki ini merupakan pematung senior dan pemimpin kelompok Khatulistiwa di Yogyakarta. Beliau jugalah yang membuat patung yang menjadi ikon franchise ayam goreng yang terkenal, Mcdonald. Karyanya dikenal dengan nama Ronald. Arby Samah Datuk Majo Indo Ia lahir di Sumatera Barat tahun 1933. Karyanya beraliran abstrak dan termasuk pematung legendaris di Indonesia. Ia menempuh pendidikannya di Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta pada tahun 1953. Gregorius Sidharta Ia merupakan salah satu tokoh pembaharuan pada dunia seni patung Indonesia. Karyanya yang terkenal adalah Patung Tangisan Dewi Betari yang dibuatnya pada tahun 1978. Ia mendapatkan banyak sekali penghargaan. Antara lain adalah Anugerah Seni dari badan Musyawarah Kebudayaan Nasional pada tahun 1952, Anugerah Seni DKi Jakarta pada tahun 1982. Lalu mendapatkan Penghargaan Patung Terbaik dari Dewan Kesenian Jakarta 1986.
Sudarmaji salah satu seniman Indonesia yang memiliki definisi unik tentang seni. Menurutnya, kesenian ialah manifestasi batin dan pengalaman penuh estetika seseorang ketika ia berkarya. Karya yang dimaksud lebih mengutamakan penggunaan garis, warna (gelap serta terang), bidang serta volume.
Biografi pematung Terkenal Indonesia seringkali sulit ditemukan, hal ini mencerminkan bahwa apresiasi terhadap seni patung Indonesia masih kurang. Padahal, banyak sekali kisah dari para seniman yang dapat dijadikan pembelajaran dan bermanfaat khusunya dalam bidang seni. Patung sendiri merupakan sebuah cabang seni rupa. Karya seni ini termasuk ke dalam jenis karya seni rupa 3 dimensi. Tokoh Seni Patung asal indonesia memiliki berbagai macam aliran atau gaya dalam menghasilkan karya seninya masing-masing. Biasanya para pematung yang memiliki karakteristk dan unik menjadi terkenal karena karyanya yang berbeda dan menggugah perasaan para kita telah membahas mengenai para seniman patung terkenal di dunia dan pematung terkenal asal indonesia berikut daftar karya-karyanya. Kali ini kita akan membahas perjalanan mereka dengan lebih mendetail lewat biofrafi pematung terkenal Indonesia di bawah ini 1. I Nyoman TjokotLahir di Desa Jati, Gianyar, Bali 1886. Wafat di bali pada tahun 1971. Sebenarnya tidak ada catatan akurat yang menerangka bahwa I Nyoman Tjokot lahir pada 1886. Sebagian sumber menyebutkan bahwa beliau lahir pada 1888. Ironi memang, seakan-akan hal tersebut memang tidak perlu ini semakin menerangka bahwa Tjokot memang mencorong cemerlang nun jauh melampaui batas desa, pulau, bahkan negara kelahirannya. Ia lebih awal diapresiasi dan terkenal di mancanegara, seperti Amerika dan Eropa ketimbang Seantero Indonesia, apalagi Bali. Apresiasi yang dimaksud di sini adalah Apresiasi seni rupa terhadap karya-karyanya. Tidak hanya memiliki budaya Indonesia yang menduia tetapi Indonesia juga memiliki seniman yang semua karyanya diakui oleh pada patung bermula pada seringnya beliau bersemedi di sebuah Pura Taro yang berjarak 5km dari desa kelahirannya, yang konon bekas peninggalan Kerajaan Majapahit. Di sana terdapat beberapa ukiran yang menunjukan keprimitifan. Kasar, tapi enak di pandang dan bersifat magis. Dari situlah beliau mulai berani mencoba membuat ukiran di atas kayu. Tidak ada yang menjelaskan motif seperti apa yang ia pelajari saat itu, apakah motif seni ukir nusantara atau bukan. Dan karya yang dibuatnya tersebut banyak digemari oleh orang-orang disekitarnya. Padahal, patung yang di buat beliau begitu sederhana, tetapi tetap utuh. Ia membuat patung tanpa mengubah bentuk kayu, tapi tetap memiliki kayu, beliau mengembangkan imajinasinya menjadi semakin liar. Beliau menghasilkan karya patung yang semakin ekspresif dengan bentuk-bentuk beraga, dan mata yang mendelik tajam. Karya-karya beliau memberi nafas dan suasana baru terhadap dunia seni tiga dimenasi di Kota Bali. Padahal sebelumnya, kesenian patung di Bali mulai bergeser dan mengejar bentuk-bentuk naturalisme. Karena seperti kita ketahui bahwa kesenian itu erat sekali hubungannya dengan kebudayaan. Tidak hanya kebudayaan bali, bisa saja kebudayaan suku batak ataupun kebdayaan yang ada diseluruh negeri ini. Namun berkat beliau, lahirlah sebuah gaya baru. Yakni Tjokotisme’. Tjokotisme ini tidak hanya sekedar julukan atau nama aliran / gaya dalan seni patung. Melainkan, secara fisik hal tersebut dapat dijabarkan sebagai karya seni patung yang penuh dengan ornamen, yang secara selintas mirip dengan relief Karya seni dua dimensi namun dalam versi tiga dimensinya. Tentunya kalian semua sudah mengetahui pengertian seni rupa 2 dimensi. Ornamen-ornamen yang terpampangpun memiliki karakteristik berupa wajah-wajah yang mengalami deformasi sedemikian kemunculan Gaya Tjokot ini kerap ditertawakan hingga diolok-olok, bahkan oleh Pelukis genius Maestro dari Banjar Taman, Ubud, I Gusti Nyoman Lempad. Karya seni Tjokot sering disebut kayu bakar oleh Lempad pada tahun 1930-an Tjokot tepat tidak bergeming dan istiqomah / konsisten. Tekadanya kuat dan menggunung. Tidak Teruntuhkan. Beliau selalu memantapkan diri dengan kata-kata “Buah ciptanya bukan kayu bakar, tapi karya berkeunggulan mutu seni”. Dan hal tersebut memang benar-benar terjadi. Orang-orang yang mencemoohnya mulai mengapresiasi karya-karyanya. Publik dan pengamat seni mulai memperhatikan usuhanya dalam berkarya. Meski hal tersebut terjadi setelah berpuluh-puluh tahun berkarya. Beliau merupakan seniman dengan karya-karya yang unggul namun tetap bersahaja, polos, spontan dalam kehidupan kisah Tjokot mulai melambung ke Mancanegara. Namanya sejajar dengan Maestro Penari I Ketut Maria dan Maestro Lukis Affandi. Nama Tjokot lebih tenar di Luar negeri. Karya-karyanya diburu. Bahkan dikoleksi kalangan elite dan lembaga bergengsi. Saking terkenalnya, begitu Tjokot meninggal, karya-karyanya tidak tersisa satupun, habis diburu untuk dikoleksi para beliau di dunia seni benar-benar otodidak tulen, bakatnya mencelat dibentuk oleh alam dari tatapan mata. Tidak ada guru khusus, kecuali kemauannya, niat jiwanya. Bagi seorang I Nyoman Tjokot, tugas manusia hidup cuma satu bekerja sungguh-sungguh, sepenuh jiwa, hingga menghasilkan karya sebaik-baiknya, sepuncak-puncaknya. Berkat semua dedikasi, ketekunan dan kerja kerasnya, ia mendapatkan peghargaan Anugerah Seni pada 1969 juga penghargaan kebudayaan kategori tanda kehormatan satyalencana kebudayaan pada tahuan 2015.2. Dolorosa SinagaLahir di Sibolga, Sumatera Utara pada tahun 1953 dengan nama lengkap Dolorosan Sinaga. “Mematung harus melibatkan kerja keras, banyak masalah teknik yang harus dikuasai dan yang paling utama adalah bahwa seni patung tersebut menawarkan persoalan relasi dimensional pada manusia.” Itulah ugkapan seiman pematung Indonesia yang kini juga berkiprah menjadi pengajar Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian batak ini menempuh pendidikan di Institut Kesenian Jakarta, St. Martin’s School of Art, London, Inggris. Kemudian setelahnya ia juga menuntut ilmu di Karnarija Lubliyana, Yugoslavia dan Piero’s Art Foundry Berkeley, di Amerika Patung merupakan kehidupannya. Ia menjalani kehidupannya sehari bersama karya-karya seni yang terus diciptakannya. Dolo, begitu nama panggilannya, merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Ia merupakan Putri dari Karel Mompang Sinaga, seorang pengusaha dan pendiri Bumi Asih Group. Awalnya ia sama sekali tidak tertarik dengan seni patung. Tapi ketika ia menempuh pendidikan di IKJ, ia akhirnya mulai menekuni dunia seni patung dan mulai debutnya di puluhan tahun ia menjalani profesinya sebagai pematung. Selama puluhan tahun itupun ia telah mencoba berbagai medium dalam menghasilkan patung. Terakhir, medium yang ia gunakan untuk membuat patung adalah Logam perunggu. Alasannya menggunakan logam perunggu sebagai medium adalah karena logam perunggu memiliki kualitas yang memukau serta permukaannya yang berkilau. Dolo mengatakan bahwa Di dalam perunggu tersimpan nuansa karakter perempuan dan pada sisi lain perunggu memiliki kekuatan dan ketahanan yang cenderung sebagai karakter laki-laki dan karena hal itu dapat disimpulkan bahwa dalam karakter perunggu itu ada dua karakter yang tertentangan, tetapi tak dapat dalam menggeluti dunia sni patung telah berhasil melahirkan banyak karya. Karya-karya tersebut diantaranya Gate of Harmony di Kuala Lumpur, Malaysia dan The Crisis yang dibuatnya pada 1998 bertengger di kota Hue, Vietnam. Semua dialkukannya ketika perempuan batak ini mendapat kepercayaan untuk mewakili Indonesia dalam Asean Squan Sculpture Symposium pada tahun merupakan pendiri dari Gallery Somalaing dan Majalah Tapian. Di studionya dengan dibantu oleh kurang lebih 15 karyawan ia merancang pembuatan piala dan thropy. Rancangan piala tersebut adalah untuk penghargaan Yap Thiam Hien, Kridha, Wanadya Tahama. Selain itu, untuk anugerah menteri negara urusan peranan wanita untuk almarhumah Ny. Tien Soeharto dan Trophy kegiatan budaya Jakarta International Women’s paling menarik dar karya-karya seorang Dolorosa adalah aspek Gender. Posisi Gender yang kerap mengungkapkan kemana karya-karyanya berbicara. Melalui karya-karyanya ia menolak historis feminitas yang kerap dipaksakan atau dilabelkan oleh laki-laki pada perempuan. Kerja kerasnya dalam dunia seni patung, serta konsennya terhadap pengembangan kesenian serta budaya membawanya pada banyak penghargaan. Diantaranya Citra Adhikarya BudayaVisual Arts Award 20113. I Nyoman NuartaSedikit berbeda dengan dua seniman yang telah dijelaskan sebelumnya. I Nyoman Nuarta merupakan Seniman Patung Pematung yang sangat terkenal di Indonesia. Ia dikenal sebagai Maestro Patung asal Bali dengan karyanya yang paling terkenal Patung Garuda Wisnu lahir pada tanggal 14 November 1951 di Tabanan, Bali. Pria yang menempuh pendidikan seni rupa di ITB pada tahun 1972 ini merupakan anak keenam dari sembilan bersaudara. Ayahnya berana, Wirjamidjana dan ibunya bernama Semuda. Pada awalnya ia mengambil jurusan seni lukis, namun memutuskan untuk pindah ke jurusan seni patung pada tahun kedua kuliahnya. Karena lebih dahulu menggeluti seni lukis, sudah barang tentu jika Nuarta pandai menggambar. Pengertian menggambar adalah kegiatan meniru barang, orang atau binatang dan sebagainya yang dibuat dengan coretan pensil atau alat lainnya pada suatu kertas. Nuarta cenderung menghasilkan karya bergaya naturalistik dalam membuat karya seni patung, namun tidak diketahui alirannya dalam seni lukis. Tapi pasti ada diantara macam-macam aliran seni lukis seperti yang telah dibahas sebelumnya. Sedangkan bahan atau medum yang ia gunakan sebagai bahan pembuatan patung adalah tembaga dan Kecil, Nuarta diasuh oleh pamannya yang merupakan seorang guru seni rupa. Ia tumbuh dan berkembang di lingkungan seni rupa, maka, tidak aneh rasanya jika ia tumbuh menjadi sosok seniman seperti sekarang ini. Pamannya, Ketut Dharma Susila inilah yang menjadukan Nuarta mulai memahami dunia seni patung sedar kecil. Setelah lulus SMA ia memutuskan untuk masuk ITB dan akhirnya memenangkan lomba patung proklamator Republik Indonesia. Darisitulah debut Nuarta dimulai. Ia mulai dikenal dan diakui oleh banyak orang serta para seniman di bidang yang sama saat usianya masih begitu lainnya yang fenomenal adalah pembuatan patung panglima perang yang menhadap ke Laut di Dermaga Ujung Madura. Patung tersebut banyak dikenal di daerah Jawa timur. Biasa disebut atau terkenal dengan sebutan monumen Jalesveva sampai disitu, Nuarta mulai mengkapanyekan atau mulai menerbarkan virus seni rupa modern pada masyarakat khususnya generasi muda Indonesia. Ia membangun Studionya sendiri yang bernama Studio Nyoman Nuarta dan NuArt Sculpture Part di bandung dan di Bali. Di Studionya itu, NuArt Sculpture, sering juga diadakan pameran karya seni. Jenis-jenis pameran yang diselenggarakan oleh Nuarta pun beragam dan kerap melibatkan banyak seniman Edhi SunarsoEdhi Sunarso lahir di Salatiga, Jawa tengah pada hari sabtu tanggal 2 juli tahun 1932. Mungkin nama Edhi Sunarso tidak begitu banyak dikenal oleh masyarakat umum. Apalagi oleh anak muda jaman sekarang. Tapi, tahu kah kalian bahwa di balik namanya yang tidak terlalu terkenal’ terlahir banyak karya fenomenal yang kerap kali di temukan di Jakarta. Contonya, Monumen selamat datang yang ada di Bundaran Hotel Indonesia ataupun patung pembebasan Irian Barat yang ada di lapangan Banteng. Sebenarnya, orang-orang akan langsung ngeh’ jika karyanya disebutkan. Tanpa mereka tahu sosok di balik pembuatan semua mahakarya lulus dari STSRI atau ASRI Yogyakarta, salah satu dari tokoh seni rupa Indonesia ini melanjutkan pendidikannya di Visva Bharanti Rabindranath Tagoere University, India. Selama berpuluh-puluh tahun ia mengabdikan diri sebagai pematung yang banyak menyiptakan karya berupa monumen bersejarah yang dapat membangkitkan rasa nasionalisme Bangsa tidak banyak diketahui oleh orang lain mungkin adalah fakta yang menyebutkan bahwa seorang Edhi Sunarso pernah bergabung menjadi tentara nasional Indonesia. Dan mulai terjun ke lapangan sebagai prajurit pada usia yang realtif muda, yaitu 7 tahun. Selain menjadi tentara yang membangun dan membela kedaulatan Negeri ini, Edhi juga pernah merasakan Siksaan Penjara. Ia menjadi tawanan tentara kerajaan Belanda pada usianya bakatnya yang memang sudah terlihat dari kecil, ia juga belajar memahat dan menggambar secara otodidak. Dengan bakat dan tentunya keberuntungan yang menyertainya, Edhi Sunarso berhasil melejit dan terkenal pada tahun 1950-an. Prestasinya yang lain adalah ketika ia berhasil dinobatkan sebagai pemenang kedua lomba patung sedunia yang diadakan di London tahun 1953. Kemudian disusul dengan penghargaan lainnya seperti Medali emas untuk karya seni patungnya di India. Berturut-turut dari tahun 1956 – 1957. Meski pada saat ini nama Edhi mulai tenggelam, karena seniman baru selalu hadir dan membawa perubahan. Tapi karya-karyanya tetap abadi dan juga ikut berkontribusi pada seni yang lahir jaman saat Gregorius SidhartaDharta, nama panggilan akrabnya, sering menggunakan medium yang berbeda’ dari kebanyakan seniman-seniman lain, bahkan cenderung tak lazim. Contohnya, Dharta pernah membuat patung dengan bahan beras dan mata uang. Selain seni patung, Dharta pernah menjelajahi cabang seni lain seperti Seni Lukis, Keramik bahkan kerajinan bertanya mengenai konsepnya dalam berkarnya, pria kelahiran Yogyakarta, 30 November 1932 ini pernah menjawab “Saya berkarya mengikuti nafas dari hari ke hari, dari pagi ke pagi hingga malam. Ke depan saya berjalan ke belakang saya menengok, agar perjalanan tak pernah putus. Dahulu adalah leluhurku, kini saya berada dan esok adalah keturunanku. Satu rangkaian yang bersambung tak terputus menyongsong masa depan yang abadi.” Dari jawabannya, Dharta bisa digambarkan sebagai salah satu seniman yang berkarya benar-benar dari hati. Ia menciptakan apa yang benar-benar ingin ia proses melahirkan karyanya, Dharta seringkali tidak memiliki bayangan atau konsep yang jelas terhadap hasil akhir karyanya. Meski begitu, ia selalu mengkonsep gagasannya meski hal tersebut hanya terdapat diotaknya saja tanpa tergambar di sketsa. Mengapa? Karena selalu terjadi tarik ulur antara imajinasi, konsep dan medium. Sehingga kadangkala, apa yang menjadi hasil akhir karyanya tidak sama dengan apa yang telah ia bayangkan. Meski begitu, karya Dharta tetap sarat akan nilai estetika menurut para ahli sudah kita bahas sebelumnya, disana dijelaskan bahwa estetika berarti susunan bagian dari sesuatu yang mengandung pola, dimana pola tersebut mempersatukan bagian-bagian yang membentuknya dan mengandung keselarasan dari unsur-unsurnya, sehingga menimbulkan keindahan. Poin estetika sangat penting, mengingat seni patung bukanlah karya seni rupa terapan yang juga dilihat nilai fungsionalitas kegunaannya. Dan hal tersebut merupakan salah satu perbedaan seni rupa murni dan merupakan anak ketiga dari sebelas bersaudara dengan ayah dan ibu seniman. Ayahnya, Bernadius Soegijo dan Ibunya Claudia Soemirah lah yang menghidupkan kepekaan estetiknya. Lingkungan keluarganya juga menggemari musik klasik Brat dan jawa dan berbagai kesenian satu ini mempelajari seni patung secara formal di Akademi Seni Rupa Indonesia ASRI Yogyakarta. Meski begitu, sebelumnya, ia telah mempelajari dasar-dasar melukis dari tokoh-tokoh pelukis, seperti hendra gunawan dan trubus pada era tahun 1950-an. Setelahnya, setelah lulus dari ASRI Yogyakarta, Ia pergi ke Belanda untuk belajar di Jan van Eyck Academie. Setelah kembali ke Indonesia, ia sempat mengajar sebagai Dosen di Jurusan Seni Rupa Gregorius Sidharta semakin menanjak ketika ia berhasil membuat karya yang berjudul Tangisan Dewi Betari yang pada saat ini menjadi koleksi sebuah museum di yang pernah diraihnya diantaranya Anugerah Seni dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasioanl pada tahun 1952, Anugerah Seni DKI Jakarta pada tahun 1982, Penghargaan Patung Terbaik dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1986, Penghargaan ASEAN ke-2 untuk kebudayaan, komunikasi dan Karya Sastra pada tahun 1990 dan penghargaan Rencana Monumen Proklamator di akhir hayatnya, Gregorius Sidharta melahirhkan karya yang terakhirnya. Karyanya tersebut berjudul Crucifix 2006 dan merupakan sebuah salib. Pada akhirnya ia meninggal dunia pada usia 74 tahun akibat kanker paru-paru yang telah dideritanya selama satu kisah dan cerita hidup serta Biografi pematung terkenal Indonesia. Kisah yang sarat dengan perjuangan dan kerja keras. Cerita yang tidak akan luntur dimakan jaman. Raga boleh terkubur, jiwa boleh menghilang. Tapi karya-karya mereka abadi. Nama mereka dikenang tak luntur oleh jaman. Semoga kita semua dapat memetik pelajaran dari cerita di atas. Semoga kita senantiasa menjadi pribadi yang lebih baik dan dapat mengharumkan nama Indonesia dengan Karya serta tetap dapat mengambil manfaat belajar seni.
Seniman Pematung, Pelukis, Politikus. Tahun aktif. 1940-an - 1966. Trubus Soedarsono (lahir di Yogyakarta, 23 April 1926 - meninggal pada tanggal 11 September 1966 pada umur 40 tahun) adalah pematung dan pelukis naturalis Indonesia yang dikenal karena aliran realismenya yang sangat kuat. Trubus tidak sempat menamatkan pendidikan Sekolah Dasar
- Laras Sinawang merupakan pameran aneka karya 30 perupa muda Indonesia yang telah lolos seleksi dari 175 karya yang telah masuk sebagai hanya perupa muda, tetapi juga ada 10 seniman undangan yang ikut memamerkan karyanya dalam event ini. Mereka adalah Ali Umar, pelukis Indonesia yang dikenal sebagai seniman patung, Ardi Puji Wahono dengan karya keramiknya berciri khas figur-figur aneh dan absurd, Didi "Painsugar" Suryawan, desainer grafis dan ilustrator, Mahdi Abdulah yang aktif mengikuti residensi seniman, Ki Mujar Sangkerta, Otok Bima Sidarta, Sobroto Sm, Syahrizal Pahlevi pendiri Teras Print Studio, Teguh Paino, serta Widodo ini digelar di Sasana Hinggil Alun-alun Kidul, Yogyakarta 25-31 Agustus kamu yang belum sempat berkunjung ke sana, jangan khawatir, berikut beberapa foto karya seni rupa yang ada di Pameran Laras Sinawang FKY 27 yang didokumentasikan oleh Adek Dimas Ajisaka - Ironical Scenery of The Heaven Country 2. Adha Widayansah - Self Potrait 3. Ahmad Imung - Generasimu tak seindah generasiku 4. Ajar Ardianto - Belalang Tempur 1 5. Ali Umar - Rumah Impian 6. Anis Kurniasih - The Beauty of Hypocrite 7. Ardi Puji Wahono - bergejolak, setan provokator, pemangsa, kurcaci 8. Arwin Hidayat - Menjilat Baginda 9. Arya Y. Pamungkas - Membawa api semangat
Seniadalah kegiatan mengekspresikan (A) jiwa. Pembahasan. Pada nomor 1, pilihan (B), (C), dan (D) salah karena bukan merupakan aliran seni patung murni yang ada di Indonesia. Realis adalah aliran dalam pembuatan seni patung yang menghasilkan bentuk yang sangat mirip dengan kenyataan yang ada. Objek yang digunakan dalam seni patung realis bisa
INyoman Gunarsa adalah salah seorang seniman seni lukis yang piawai menari Bali. Kepandaiannya menari bali berpengaruh terhadap beberapa tema lukisannya yang mengangkat penari Bali. Dia adalah salah satu seniman ternama dari Bali. Sebagian besar karya-karya lukisannya didasari oleh cerita rakyat Bali, dan legenda Hindu Dharma.
Jawabanyang benar adalah: D. Nyoman Nuarta. Dilansir dari Ensiklopedia, salah seorang seniman patung indonesia adalah Nyoman Nuarta. [irp] Pembahasan dan Penjelasan. Menurut saya jawaban A. Affandi adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali.
AFimk.
  • 6ki4zxdi51.pages.dev/246
  • 6ki4zxdi51.pages.dev/368
  • 6ki4zxdi51.pages.dev/106
  • 6ki4zxdi51.pages.dev/68
  • 6ki4zxdi51.pages.dev/124
  • 6ki4zxdi51.pages.dev/493
  • 6ki4zxdi51.pages.dev/469
  • 6ki4zxdi51.pages.dev/384
  • salah seorang seniman patung indonesia adalah